Aku dan Mawar merah

Aku berharap hujan datang, agar bersih jejak abu-abu.
Tapi aku tidak ingin menghilangkan apa yang ada,
Biar saja air hujan menyegarkan, mungkin saja derasnya akan memulihkan, atau malah menghapusnya.
Héllen pun tak datang, mungkin reruntuhan tua sengaja tidak dipugar.
Atau menolak kembali utuh menjadi bangunan megah.
Mungkin saja rintiknya ini merasa geli, hanya bercerita bahwa aku ini air hujan, yang bisa saja membuatmu kedinginan atau malah membantu memberikan halaman rumahmu.
Sesukaku akan rintik atau deras, sesukaku juga memposisikan posisiku dimana, aku air yang selalu mengikuti gravitasi, tapi aku pun bisa melawan gravitasi walau akhirnya aku jatuh juga lagi dan lagi.
Ya, dan benar, mungkin atau iya memang, atau tidak bisa hanya berakhir "biarlah", terkesan rumit tapi memang iya, bisa saja dipermudah tapi apa serunya?
Bukankah pelangi sabar menanti matahari walau sirna setelah matahari muncul sempurna?
Bukankah tumpukan kayu itu sabar menanti giliran terbakar api hingga menjadi abu dan sirna bercampur dengan air dan tanah?
Bersenandunglah dalam bisikmu saja, aku? Akan selalu mengingatnya.
Untuk memunculkan kata tanya.

Sam Djo

No comments:

Post a Comment